Strategi Jerman
Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak garis barat. Rencana mereka adalah secara mendadak menyerang kota Verdun, yang dianggap sebagai kebanggaan orang Prancis. Tujuan penyerangan ini bukanlah memenangkan perang, melainkan menimbulkan kerugian yang besar di pihak Tentara Prancis sehingga melemahkan perlawanan mereka. Kepala staf Jerman Falkenhayn memperkirakan bahwa setiap satu serdadu Jerman saja dapat membunuh tiga orang serdadu Prancis.
Serangan dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman memerintahkan serdadunya untuk "keluar dari parit mereka," namun tiap serdadu yang melakukannya justru telah tewas atau sekarat dalam sekitar tiga menit. Meskipun penyerangan berlangsung tanpa henti selama berbulan-bulan, Jerman gagal menduduki Verdun.
Secara keseluruhan, kedua pihak kehilangan sekitar satu juta serdadu. Dan dengan pengorbanan itu, garis depan hanya berhasil maju sekitar 12 kilometer. Satu juta orang mati demi selusin kilometer.
Balasan Inggris
Inggris membalas serangan Jerman di Verdun dengan Pertempuran Somme. Pabrik-pabrik di Inggris membuat ratusan ribu selongsong meriam.
Rencana Jendral Douglas Haig mendorong Pasukan Inggris untuk menghujani dengan pengeboman terus-menerus selama seminggu penuh, yang diikuti dengan serangan infanteri. Dia yakin mereka akan maju sejauh 14 kilometer di hari pertama saja dan kemudian menghancurkan semua garis pertahanan Jerman dalam satu minggu.
Serangan dimulai pada tanggal 1 Juni. Pasukan meriam Inggris menggempur pertahanan Jerman selama seminggu tanpa henti. Di akhir minggu tersebut, para perwira Inggris memerintahkan serdadunya memanjat keluar dari parit. Namun, selama pengeboman tersebut para serdadu Jerman berlindung dengan rapat di kedalaman parit persembunyian mereka sehingga tidak terlumpuhkan dan menggagalkan rencana Inggris. Begitu serdadu Inggris bergerak melintasi garis depan, serdadu Jerman muncul menyerang mereka dengan senapan mesinnya. Sejumlah total 20.000 serdadu Inggris tewas dalam beberapa jam pertama perang tersebut. Di dalam kegelapan malam itu, daerah di antara dua garis pertempuran penuh dengan puluhan ribu mayat dan juga serdadu yang terluka, yang mencoba merangkak mundur.
Pertempuran Somme tidak berlangsung dua minggu seperti yang direncanakan Jendral Haig, melainkan lima bulan. Bulan-bulan ini tidak lebih daripada pembantaian. Para jendral bertubi-tubi mengirimkan gelombang demi gelombang serdadu mereka menuju kematian yang telah pasti. Di akhir pertempuran, kedua belah pihak secara keseluruhan telah kehilangan 900.000 prajuritnya. Dan untuk ini, garis depan bergeser hanya 11 kilometer. Para serdadu ini dikorbankan demi 11 kilometer saja.
Jumlah Korban
* Belgia: 13.700
* Kekaisaran Britania: 908.000
o Australia: 60.000
o Kanada: 55.000
o India: 25.000
o Selandia Baru: 16.000
o Afrika Selatan: 7.000
o Inggris: 715.000
* Perancis: 1.354.000
* Yunani: 5.000
* Italia: 650.000
* Jepang: 300
* Rumania: 336.000
* Rusia: 1.700.000
* Serbia: 450.000
* AS: 50.600
Kekuatan As ( Axis Powers ): 3.382.500
* Austria-Hungaria: 1.200.000
* Bulgaria: 87.500
* Jerman: 1.770.000
* Kerajaan Ottoman: 325.000
Warga sipil: 6.493.000
* Austria: 300.000
* Belgia: 30.000
* Inggris: 31.000
* Bulgaria: 275.000
* Perancis: 40.000
* Jerman: 760.000
* Yunani: 132.000
* Rumania: 275.000
* Rusia: 3.000.000
* Serbia: 650.000
* Kerajaan Ottoman: 1.000.000
Kedua belah pihak melakukan lebih banyak serangan lagi selama Perang Dunia I, dan setiap serangan ini menjadi pembantaian diri sendiri. Di kota Ipres di Belgia saja, berlangsung tiga pertempuran. Setengah juta serdadu tewas di pertempuran ketiga saja. Setiap serangan berakibat sama: Ribuan nyawa melayang hanya untuk maju beberapa kilometer.
Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan nyawa orang tak bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang kehilangan saudaranya atau harus meninggalkan rumahnya.
Akhir perang
Kekalahan Jerman di Front Barat mengakibatkan kehidupan rakyat semakin bertambah susah. Keadaan Jerman seperti ini menimbulkan gerakan dari kaum komunis (spartacis) yang hendak menggulingkan pemerintahan. Jerman menghadapi serangan dua kali yaitu dari pihak sekutu dan pemberontakan dari kaum komunis. Karena serangan itu Jerman terpaksa menyerah pada tahun 1918. Hitler menamakan gerakan spartacis itu sebagai tusukan pisau dari belakang punggung Jerman, yang menyebabkan Kaisar Wilhelm II turun takhta dan pemerintahan dipegang oleh Elbert (beraliran sosialis). Akhirnya, Jerman dijadikan republik dan selanjutnya menyerah kepada pihak sekutu.
Sementara itu di Austria timbul pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kaum komunis dan kaum Slavia, yang mengakibatkan Kaisar Karl (pengganti Kaisar Frans Joseph II) terpaksa turun takhta tahun 1918 sehingga Austria-Hongaria menjadi republik.
Setelah Perang Dunia I berakhir, baik negara-negara yang menang perang maupun yang kalah perang sibuk mengadakan perjanjian-perjanjian damai seperti : Perjanjian Versailles, Perjanjian St.Germain, Perjanjian Neuilly, Perjanjian Trianon, dan Perjanjian Sevres.
Pada tahun 1918, Perang Dunia I akhirnya berakhir, setelah empat tahun serangan tanpa guna di tangan tentara Jerman, Prancis, dan Inggris. Namun perdamaian ini, yang dinyatakan pada jam 11 pagi, hari kesebelas dari bulan kesebelas, tidak membawa kebahagiaan untuk siapa pun. Ratusan ribu serdadu menjadi cacat. Sebagian lainnya terbukti tidak mampu mengatasi dampak kejiwaan karena perang setelah tinggal di dalam parit yang penuh dengan lumpur, kotoran, dan mayat. Bentuk trauma yang dikenal sebagai “shell shock” atau “kejutan bom” sangat umum di antara para veteran perang, dan hal ini menyebabkan penderitanya mengalami serangan ketakutan dan goncangan yang berat. Rasa takut akan dibom, yang mereka alami setiap hari selama empat tahun berturut-turut, telah terukir di benak mereka. Ada beberapa penderita yang merasa harus segera bersembunyi hanya karena kata ‘bom’ disebutkan. Beberapa veteran bahkan merasa ngeri setiap kali mereka melihat seragam. Puluhan ribu serdadu juga kehilangan satu atau lebih anggota badannya dalam perang ini. Serdadu ini adalah tentara yang mata, dagu, atau hidungnya menjadi cacat selama pengeboman, sehingga topeng khusus diciptakan di Eropa untuk menyembunyikan wajah mereka yang cacat.
Hanya berlaku disatu tempat.
Derita yang parah akibat Perang Dunia I juga tercermin di dalam karya seni. Hasil karya sesudah perang menggambarkan kesakitan dan penyakit jiwa. Karya-karya ini tidak hanya mencerminkan keadaan jiwa sang seniman, namun juga keadaan jiwa seluruh generasi tersebut. Generasi yang merasakan akibat kesengsaraan perang yang sangat mendalam ini kemudian dijuluki "Generasi yang Hilang."
Sumber: website dibalik perang dunia, wikipedia
Strategi ccd…